JAM-Pidum Menyetujui 8 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice
GUETILANG.COM, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Sahiran alias Sahir dari Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Sabang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Muslimin alias Mimin dari Kejaksaan Negeri Makassar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Ancha alias Bapa Ugi bin Makaratte dari Kejaksaan Negeri Parepare, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Ambo Sulo bin Baharuddin dari Kejaksaan Negeri Wajo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Masriadi alias Masse bin H. Ummareng dari Kejaksaan Negeri Wajo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Deden Aldino alias Deden dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
7. Tersangka Suparman alias Man Kambut bin Yasin dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Hermansyah alias Heri Ak Saidin dari Kejaksaan Negeri Sumbawa, yang disangka melanggar Pasal Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
• Tersangka belum pernah dihukum;
• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
• Pertimbangan sosiologis;
• Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (REP)