JAM-Pidum Menyetujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Menyetujui 7 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

GUETILANG.COM, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 7 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

1. Tersangka Mulyadi Alias Adi alias Tepon bin Alimudin dari Kejaksaan Negeri Singkawang, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

2. Tersangka Ariyanti binti Kasim dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Iwan Kurniawan bin Ananta Parahyan dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

4. Tersangka Rismantoni bin Ismail dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

5. Tersangka Jefri Kewoe alias Jero dari Kejaksaan Negeri Sorong, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

6. Tersangka Daud alias Daud dari Kejaksaan Negeri Tana Toraja, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Tersangka Hujaz Muhafidun bin H. Jahuri dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka belum pernah dihukum;

• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (REP)