Bengkulu_Dampak negatif perubahan iklim terhadap kopi dirasakan nyata perempuan petani kopi di desa Batu Ampar, kabupaten Kepahiang, provinsi Bengkulu, bukan hanya menurunkan produktivitas dan kualitas buah kopi, perubahan iklim juga memunculkan hama dan penyakit baru yang menyerang tanaman kopi para petani, belakangan ini petani kopi sudah sering mengalami gagal panen, pohon kopi juga mulai banyak yang mati, akhirnya sejumlah perempuan mendeklarasikan sebagai perempuan alam lestari (PAL) membentuk desa kopi tangguh iklim.
Supartina, ketua perempuan alam lestari mengatakan, kopi merupakan sumber pendapatan utama hampir 90 persen rumah tangga di desa Batu Ampar, budidaya kopi telah dilakukan secara turun temurun. Selain sebagai sumber pendapatan, kopi juga menjadi bagian kehidupan sosial dan budaya, agar tanaman kopi tetap bisa bertahan, supartina bersama perempuan lain bertekat tetap menjaga kelestarian hutan dan iklim agar hasil panen kopi tetap baik.
"Iklim telah berubah, hasil panen kopi mulai menurun, bahkan banyak tanaman kopi mulai mati, ditambah hama yang menyerang tanaman juga mulai datang, ini disebabkan telah banyak kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan, kami mencoba mencari solusi agar hutan dan kebun didesa tetap terjaga," kata Supartina, Minggu (13/11/2022).
Supartina menjelaskan, perempuan memiliki peran penting baik terkait pembibitan, penanaman, perawatan, pemanenan, pengolahan paska panen dan pemasaran. keeratan hubungan perempuan dan kopi juga mewujud dalam sebuah tradisi yang disebut “nyemang”, yakni aktivitas memungut buah kopi yang jatuh saat musim panen atau jatuh akibat tersenggol kelelawar dan musang. “pendapatan dari ‘nyemang’ digunakan untuk mencukupi kebutuhan dapur.
"Karena itulah kami perempuan desa Batu Ampar bertekad ingin menjaga iklim desa tetap stabil dengan cara melakukan penanaman bibit buah buahan agar ekosistem dalam hutan tetap terjaga," jelas Supartina.
Demikian penting peran dan eratnya hubungan perempuan dan kopi, Supartina menilai, perempuan harus bergerak untuk menghadapi perubahan iklim. Setelah didiskusikan, anggota perempuan alam lestari bersepakat untuk melakukannya, yang diawali dengan mendeklarasikan desa kopi tangguh iklim, sebagai bentuk keseriusan.
"Saya dan anggota perempuan alam lestari mendeklarasikan desa kopi tangguh iklim di hadapan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan pihak lainnya di balai desa batu ampar pada 28 januari 2020 lalu," ungkap Supartina.
Deklarasi tersebut berisikan tiga poin:
1. Kami, perempuan desa batu ampar, menyadari bahwa perubahan iklim telah berdampak negatif terhadap tanaman kopi yang merupakan bagian dari kehidupan ekonomi, sosial, budaya masyarakat desa batu ampar.
2. Kami menyadari bila masalah perubahan iklim tidak segera ditanggulangi akan mengakibatkan krisis dalam segala aspek kehidupan masyarakat desa batu ampar.
3. Kami berinisiatif melakukan berbagai hal untuk menanggulangi perubahan iklim guna menjaga keberlanjutan tanaman kopi dan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat desa batu ampar.
Hak melestarikan hutan
Lahir dan besar di desa Batu Ampar, Supartina menyaksikan dan mengalami dampak perubahan kondisi lingkungan hidup dan hutan dari waktu ke waktu, khususnya, perubahan hutan menjadi kebun kopi, dan perubahan pola kebun kopi campur menjadi kebun kopi monokultur.
"Hutan sudah berubah menjadi ladang kopi semata, kalau dulu, orang yang membuka hutan tidak hanya menanam kopi, tetapi juga menanam pepohonan untuk mengganti pepohonan yang ditebang," papar Supartina.
Perubahan kondisi lingkungan hidup dan hutan telah menimbulkan beragam dampak, supartina mengungkapkan, perubahan kondisi lingkungan hidup dan hutan juga berdampak terhadap kopi, merasa prihatin, supartina bersama anggotanya berkeinginan untuk memperbaikinya.
Dengan adanya perempuan alam lestari ini, pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam provinsi Bengkulu, memberikan ruang bagi warga yang terlanjur menggarap taman wisata alam Bukit Kaba, untuk tetap bisa menggarap kebun asal dengan tetap menjaga kelestarian taman wisata alam dengan tetap menanam tanaman penyangga bagi hutan.
"Bksda bengkulu selaku pemangku kawasan TWA Bukit Kaba, kita mencari solusi jalan tengah, yang mana warga yang beraktifitas di TWA tetap bisa beraktifitas tanpa melanggar undang-undang, masyarakat diberikan kesempatan melakukan aktifitas tapi diberikan kewajiban melalukan penanaman," kata Suharno, Kasubag Tata Usaha BKSDA Bengkulu, saat dikonfirmasi.
Suharno mengatakan ada 200 hektar TWA yang dilakukan pemulihan menjadi hutan kembali, dengan cara masyarakat penggarap diberikan kewajiban melakukan pemulihan dengan melakukan penanaman pohon kembali di kawasan TWA.
Diketahui, usai terbentuk, PAL mengundang sebuah lembaga yang bergerak di isu lingkungan hidup dan hutan untuk saling berbagi informasi dan pengetahuan, selain semakin menyadari hubungan perempuan dan lingkungan hidup, kegiatan tersebut juga membuat supartina menyadari hak-hak perempuan terkait lingkungan hidup dan hutan, termasuk hak untuk terlibat melestarikan TWA Bukit Kaba.