Sambut Musim Tanam, Petani di Banyuwangi Gelar Tradisi Bubak Bumi

Sambut Musim Tanam, Petani di Banyuwangi Gelar Tradisi Bubak Bumi
Bendungan Karangdoro di Kecamatan Tegalsari. (Foto Mediabanyuwangi.com)

Guetilang.com, Banyuwangi - Dalam menyambut musim tanam, para petani di delapan kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur, menggelar tradisi tahunan Bubak Bumi sebagai sarat makna di daerah tersebut. 

Prosesi ini berlangsung di Bendungan Karangdoro, Kecamatan Tegalsari, pada Senin (30/9/2024)

Tradisi ini merupakan simbol rasa syukur para petani kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang melimpah dan harapan agar musim tanam selanjutnya dapat sukses.

Kegiatan ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan warisan leluhur yang dilestarikan secara turun temurun oleh para petani di kawasan aliran Sungai Kalibaru.

Tradisi Bubak Bumi diikuti masyarakat dari delapan kabupaten: Tegalsari, Bangorejo, Pesanggaran, Siliragung, Cluring, Purwoharjo, Muncar, dan Tegaldlimo.

Keberadaan Bendungan Karangdoro sendiri sangat vital karena mengairi lebih dari 16 ribu hektar lahan pertanian yang tersebar di delapan kecamatan.

Sejarah Bendungan Karangdoro dan Mblabur Senin Legi

Pj. Sekretaris Daerah Banyuwangi, Dr. Ir. H. Guntur Priambodo, MM mengingatkan pentingnya peran Bendungan Karangdoro dalam meningkatkan produktivitas pertanian.

Bendungan yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1921 ini mengalami kerusakan parah akibat terjadinya banjir bandang pada tahun 1929, peristiwa yang kemudian dikenal dengan Tragedi Mblabur Senin Legi. Oleh karena itu, prosesi Bubak Bumi selalu diadakan pada hari Senin sebagai bentuk penghormatan.

“Bendungan Karangdoro melayani kebutuhan air pertanian dan menggairahkan perekonomian Banyuwangi. Meski dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda, proyek ini dipimpin oleh seorang insinyur asli Indonesia, Ir. Sutedjo,” jelas Guntur saat membuka Festival Bubak Bumi 2024.

Selain untuk mengenang sejarah, Festival Bubak Bumi juga menjadi momentum sosialisasi pertanian global yang memperhatikan keseimbangan air di setiap wilayah sungai. Sistem pertanian ini diharapkan mampu mengoptimalkan hasil pertanian dan mendistribusikan air secara adil dan merata bagi para petani di wilayah ini.

Simbol Syukur dan Harapan

Rangkaian acara Festival Bubak Bumi 2024 ditutup dengan prosesi tabur bunga sebagai bentuk penghormatan kepada Ir. Sutedjo. Selain itu, ritual menuangkan dawet ke sungai menjadi simbol harapan agar air tetap mengalir dan memberikan kesuburan bagi pertanian. Masyarakat kemudian bersama-sama menikmati tumpeng sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat yang telah diberikan.

Tradisi Bubak Bumi tidak hanya mengakar kuat sebagai warisan budaya lokal, tetapi juga merupakan cerminan bagaimana masyarakat Banyuwangi menjaga keseimbangan antara alam dan manusia serta melestarikan warisan leluhur dalam menghadapi tantangan modern. (***/ZKL).