JAM-Pidum Menyetujui 14 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Menyetujui 14 Pengajuan Penghentian  Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

GUETILANG.COM, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 14 dari 15 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

1. Tersangka I Abdullah Arifin alias Dula dan Tersangka II Zulkifli Noho alias Dayat dari Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Tersangka Eko Apriyanto als Eko bin Antonius Widarto dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

3. Tersangka Vicky Wildan Kurniawan bin Didik Kurniawan dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) atau (2) KUHP tentang Penganiayaan.

4. Tersangka Hilman Datu Karamat dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

5. Tersangka Adrie Oroh dari Kejaksaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

6. Tersangka Donny S. Podung alias Donny dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

7. Tersangka Teguh Aldiansyah Mokodongan alias Teguh dari Cabang Kejaksaan Negeri Kotamobagu di Dumoga, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

8. Tersangka Petrus Buntuminanga dari Kejaksaan Negeri Mamasa, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman/Perbuatan Tidak Menyenangkan.

9. Tersangka R. Jati Satria Nugroho, S.T. als Djati bin Sujatmoko dari Kejaksaan Negeri Karanganyar, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

10. Tersangka Ladix Pradiansyah bin Jarmu dari Kejaksaan Negeri Kudus, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

11. Tersangka Rifki Muhamad Aziz bin Suryana dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

12. Tersangka Mohamad Thalib alias Imam dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo, yang disangka melanggar Pasal 36 Undang-Undang RI Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

13. Tersangka Agustinus Manek Lau alias Agus dari Kejaksaan Negeri Lembata, yang disangka melanggar Pasal 49 Huruf a Jo. Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

14. Tersangka Murni bin Nahrawi dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka belum pernah dihukum;

• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif.

Sementara berkas perkara atas nama Tersangka Milna Hasan alias Milna dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (REP)