Perlindungan Perempuan dan Anak di Kalbar Diperkuat, Bengkayang Jadi Contoh Daerah Responsif

Perlindungan Perempuan dan Anak di Kalbar Diperkuat, Bengkayang Jadi Contoh Daerah Responsif

Guetilang.com — Upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Barat terus mendapat perhatian serius. Sejumlah daerah mulai memperkuat sistem perlindungan berbasis masyarakat, salah satunya Kabupaten Bengkayang yang kini menjadi percontohan dalam penanganan kasus kekerasan serta pencegahan di tingkat desa.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan KB (DP3AP2KB) Kalbar, Rina Kusumawati, menjelaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalbar masih tergolong tinggi. Namun, kesadaran masyarakat untuk melapor meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir.

“Kita mendorong setiap kabupaten dan kota memiliki Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Forum Anak Daerah sebagai wadah aspirasi sekaligus deteksi dini kasus kekerasan,” ujar Rina.

Kabupaten Bengkayang menjadi salah satu daerah yang aktif membangun sistem perlindungan berlapis. Pemerintah daerah bekerja sama dengan World Vision Indonesia (WVI), membentuk Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPADes) dan Sekolah Orang Tua Hebat di 12 kecamatan. Kegiatan ini melibatkan tokoh masyarakat, guru, dan kader PKK untuk melakukan edukasi pencegahan kekerasan sejak dini.

“Kita ingin anak-anak tumbuh di lingkungan yang aman, berani bicara, dan terlindungi,” kata Koordinator Program WVI Bengkayang, Maria Lestari.

Selain itu, Bengkayang juga mengembangkan program Edukasi Seks Usia Dini di sejumlah sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Program ini mengajarkan anak mengenali bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, sebagai bentuk pencegahan dini terhadap kekerasan seksual.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, sepanjang 2024 tercatat 162 kasus kekerasan terhadap anak, menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 294 kasus. Namun di sisi lain, jenis kasus yang terjadi cenderung semakin kompleks — mulai dari kekerasan fisik, seksual, hingga perundungan digital.

KPPAD juga mencatat peningkatan jumlah laporan langsung dari masyarakat. Hal ini dinilai positif sebagai bentuk meningkatnya keberanian warga melapor dan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum bagi korban.

Upaya perlindungan tidak hanya dilakukan pemerintah daerah, tetapi juga melibatkan lembaga pendidikan, organisasi perempuan, dan aparat penegak hukum. Kota Pontianak misalnya, melalui Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD), telah membentuk Tim Pencegah dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di setiap sekolah dasar dan menengah. Kepala KPAD Pontianak, Sri Wahyuni, menyebut langkah ini sebagai bentuk respons cepat terhadap kasus kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Kami ingin setiap sekolah punya sistem yang jelas agar anak-anak merasa aman dan orang tua percaya menitipkan anak di sekolah,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Kalbar menargetkan seluruh kabupaten/kota menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) pada 2026. Selain fokus pada aspek hukum dan edukasi, Pemprov juga menekankan pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi perempuan sebagai bentuk perlindungan yang berkelanjutan.

“Perempuan berdaya akan lebih mampu melindungi dirinya dan anak-anaknya,” ujar Gubernur Kalbar, Harrison, dalam keterangannya di Pontianak.

Dengan semakin banyaknya daerah yang aktif, Kalimantan Barat optimistis dapat menjadi provinsi yang aman dan ramah bagi perempuan serta anak-anak di masa mendatang.