Bengkulu_Bila kopi luwak diambil dari kotoran musang, namun lain halnya dengan kopi Semang yang berasal dari sisa makanan hewan yang hanya memakan kulit luar kopi, tentu saja kopi yang dipilih hewan ini merupakan kopi terbaik, yang memiliki cita rasa berbeda dari kopi jenis lainnya, uniknya lagi memiliki rasa bahagia saat usai menyeruputnya.
Semang berasal dari kata Nyemang adalah tradisi memungut buah kopi di lantai kebun kopi, yang kulitnya sudah habis dimakan oleh hewan, yang dilakukan oleh perempuan (mayoritas perempuan lansia) di Desa Batu Ampar. Kendati bukan pemilik kebun kopi, perempuan lansia "bebas" untuk menyemang kopi yang jatuh dibuang hewan. Para pemilik kebun tidak akan melarangnya karena menyadari bahwa hasil penjualan kopi semang akan digunakan oleh perempuan lansia untuk memenuhi kebutuhan dapur rumah tangganya.
Upik Maiza salah satu lansia warga desa Batu Ampar Kecamatan Merigi kabupaten Kepahiang mengatakan, didesanya memiliki tradisi memungut kopi atau nyemang tanpa dimarah oleh pemilik kebun, karena para lansia ini mengambil kopi yang terbuang sisi makanan hewan.
"Dari hasil nyemang inilah kami para lansia mencukupi kebutuham sehari - hari karena untuk kerja lebih berat sudah tidak sanggup lagi," kata Upik , Jumat (18/11/2022).
Upik menjelaskan, kopi semang merupakan biji kopi terbaik yang dimakan hewan, bijinya dibuang dan jatuh ketanah, kopi yang jatuh dan tidak berkulit inilah dipungut dari bawah pohon kopi.
"Usai dipungut, kopi semang ini dijemur kembali hingga kering dan ditumbuk lalu baru dijual kepengepul kopi," jelas Upik
Upik mengaku, setiap kali nyemang bisa mendapatkan 2 hingga 5 kilo gram kopi, agar bisa mendapatkan jumlah yang banyak terpaksa dikumpulkan terlebih dahulu baru bisa dijual ke pengepul.
"Tradisi ini membuat kami para lansia di desa bisa tetap produktif, semoga kopi semang ini harganya bisa lebih tinggi karena pilihan hewan yang dipungut para lansia," ungkap Upik.
Diketahui, Selain membangun ketangguhan iklim, langkah Perempuan Alam Lestari (PAL) desa setempat mengajak perempuan petani kopi merevitalisasi kearifan lokal dengan mengembangkan kebun kopi agroforestri untuk melestarikan tradisi nyemang. Dengan menanam pepohonan lain di kebun kopi, maka kebun kopi bisa kembali menjadi habitat atau tempat persinggahan berbagai jenis hewan yang akan memakan kulit kopi.
"Semakin banyak hewan yang memakan kulit kopi, maka semakin banyak pula kopi semang, dan itu berkah bagi para lansia disini," sebut Ketua Perempuan Alam Lestari, Supartina Paksi, Jumat (17/11/22).
Supartina menyampaikan perna seorang Barista lokal Bengkulu berkunjung ke Desa Batu Ampar dan mengajak perwakilan PAL membandingkan cita rasa seduhan kopi semang yang telah diolah dengan kopi petik merah yang dilakukan oleh petani.
"Ternyata kopi Semang yang selama ini hanya dijual layaknya kopi asalan, memiliki keunikan rasa yang tidak memberikan sensasi bahagia saat diminum pada seruput pertama," papar Supartina.
Supartina mengungkapkan bagi para penikmat kopi yang penasasran dengan kopi semang desa tangguh iklim bisa datang ke desa Batu Ampar, agar bisa merasakan sensasi berbeda saat menikmatinya.
"Saya optimis Kopi Semang akan diminati para penyuka kopi. Cita rasa kopi yang dipanen secara alami atau oleh hewan tentulah lebih baik dibandingkan dengan kopi yang dipanen oleh manusia," jelas Hersoe Barista Kmnol Coffee.