JAM-Pidum Menyetujui 8 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Menyetujui 8 Pengajuan Penghentian  Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

GUETILANG.COM, Jakarta - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 8 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

1. Tersangka Abdurrahman als Rahman bin (Alm) Ilaf dari Kejaksaan Negeri Bangka, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.

2. Tersangka FX Henry Setiawan, S.H., M.Kn. dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

3. Tersangka Moch Fakih dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) Jo. Pasal 229 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

4. Tersangka Usman Ibrahim bin Ibrahim Djauhar dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

5. Tersangka Yudi Hari Kurniawan bin (Alm.) Suhartono dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

6. Tersangka Farias Pranada alias Nada bin Miswandi dari Kejaksaan Negeri Ponorogo, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

7. Tersangka Agus Setiyowarno bin Miswrno dari Kejaksaan Negeri Ponorogo, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

8. Tersangka Jama’udin alias Pak Iwan bin (Alm.) Ismail dari Kejaksaan Negeri Bondowoso, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

• Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

• Tersangka belum pernah dihukum;

• Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

• Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

• Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

• Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

• Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

• Pertimbangan sosiologis;

• Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (REP)