Focus Group Discussion “Penanganan Aset Kripto dalam Perkara Pidana”
GUETILANG.COM, Jakarta - Bertempat di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta, Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan Agung menyelenggarakan Focus Group Discussion yang bertemakan “Penanganan Aset Kripto dalam Perkara Pidana”. Acara ini turut didukung oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan dan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Adapun acara Focus Group Discussion ini sebagai bentuk sinergitas guna mendapatkan sumbangsih pemikiran untuk penyusunan Pedoman Jaksa Agung dan Surat Edaran dalam rangka penanganan barang bukti aset kripto dalam perkara pidana.
Dalam sambutan yang dibacakan saat pembukaan acara, Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum Dr. Asri Agung Putra menyambut baik dan sekaligus mengapresiasi ide dari Kepala Biro Hukum Dan Hubungan Luar Negeri untuk melaksanakan kegiatan diskusi kelompok terpumpun ini.
Dr. Asri Agung Putra menyampaikan penegakan hukum di era transformasi digital saat ini dihadapkan dengan modus operandi kejahatan yang sangat canggih. Salah satu bentuknya adalah kejahatan yang menggunakan sarana mata uang virtual atau disebut aset kripto (cryptocurrency).
Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (BAPPEBTI), Jumlah pengguna aset kripto yang terdaftar naik dari 11,2 juta pada tahun 2021 menjadi 16,55 juta pada tahun 2022. Sedangkan nilai transaksi aset kripto mencapai Rp296,66 triliun pada bulan November 2022.
“Data tersebut memberikan gambaran faktual bahwa potensi penggunaan aset kripto dalam tindak pidana di indonesia dapat terjadi dalam skala besar,” ujar Dr. Asri Agung Putra.
Melanjutkan penjelasannya, Dr. Asri Agung Putra menyampaikan bahwa aset kripto sering digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana. Kejahatan tindak pidana tersebut dilakukan melalui skema pembobolan email bisnis, skema phising, pemerasan, ransomware, pembajakan kripto, skema ponzi, penipuan percintaan/pekerjaan, bisnis layanan keuangan tidak berlisensi, dark web activity, pornografi anak, penjualan narkotika, perdagangan senjata, terorisme sampai pencucian uang.
Aset kripto merupakan barang bukti yang memiliki sifat yang sangat rentan, nilainya fluktuatif, serta mudah berubah dan dipindahtangankan. Oleh karena itu, menurut Dr. Asri Agung Putra penanganannnya harus dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama dalam hal pembuktian perkara pidana.
“Tanggung jawab pembuktian ada di pundak aparat penegak hukum. Terutama dalam menjaga integritasnya saat penanganan aset kripto, baik pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di persidangan, maupun pelaksanaan putusan pengadilan,” ujar Dr. Asri Agung Putra.
Dalam praktiknya, terdapat berbagai kendala dalam praktik penanganan aset kripto sebagai barang bukti. Kendala tersebut antara lain metode/tahapan penanganan aset kripto yang masih menggunakan metode konvesional dengan cara menkonversi aset kripto menjadi mata uang fiat (tunai), metode penentuan nilai aset kripto yang belum pasti, kedudukan aset kripto sebagai barang/alat bukti dan cara mengidentifikasi terhadap aset kripto pada setiap tahapan penanganan perkara.
Selanjutnya, Dr. Asri Agung Putra menyampaikan penyelenggaraan diskusi kelompok terpumpun ini adalah salah satu upaya kerja cerdas untuk membina koordinasi yang terpadu antara Penyidik, Jaksa, Hakim, PPATK, OJK, BAPPEBTI serta pedagang aset kripto untuk menyamakan persepsi terkait perkembangan kripto.
Guna merespon kebutuhan hukum tersebut, maka saat ini Kejaksaan melalui Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri sedang menyusun pedoman tentang penanganan aset kripto dalam perkara pidana. Pedoman tersebut akan menjadi petunjuk (guidance) bagi para jaksa dalam menangani aset kripto pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Mengakhiri sambutannya, Dr. Asri Agung Putra berharap diskusi kelompok terpumpun ini mampu menyerap masukan dari narasumber yang berpengalaman. Selain itu, diskusi ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang sama terhadap penanganan aset kripto yang ideal dalam perkara pidana.
Acara ini dihadiri oleh Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri B. Maria Erna Elastiyani serta para narasumber yakni Panitera Muda Pidana Khusus pada Mahkamah Agung Sudharmawatiningsih, ICHIP Attorney Advisor for Southeast Asia Scott Bradford, Magistrate Judge Amerika Serikat Zia Faruqui, dan Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka BAPPEBTI Tirta Karma Senjaya. (REP)