Komite I DPD RI Bahas Moratorium Otda dengan Mendagri
GUETILANG.COM, Jakarta - Komite I DPD RI Rapat Kerja dengan Mendagri Tito Karnavian bahas pelaksanaan urusan pemerintahan, penataan Daerah Otonom dan Desain Besar Otonomi Daerah, Penjabat Kepala Daerah, serta Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang DKI Jakarta.
Pada rapat kerja ini, Komite I menilai ditahun kesembilan pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam kurun waktu tersebut, telah banyak yang dihasilkan dan dicapai, namun masih ada pula yang belum dilaksanakan secara optimal. Selain itu, lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perubahan Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Bahkan muncul pandangan bahwa pembagian urusan pemerintahan yang dipraktikkan saat ini terkesan terjadi resentralisasi," tukas Ketua Komite I Fachrul Razi didampingi Wakil Ketua Komite I Sylviana Murni, Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim, di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (4/9/2023).
Selain itu, isu desain besar otonomi daerah dan penataan daerah masih relevan untuk dibahas karena beberapa tahun terakhir lahir berbagai aspirasi untuk pembentukan daerah otonom baru sementara dilain pihak pemerintah mengambil kebijakan moratorium atas pelaksanaan pembentukan daerah otonom baru.
“Terkait kebijakan ini, beberapa hal yang perlu ditanggapi oleh DPD RI antara lain evaluasi daerah otonom, serta perlunya memahami aspirasi masyarakat daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam pembentukan daerah otonom baru,” lanjutnya.
Komite I telah menyelesaikan penyusunan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya dan telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPD RI pada tanggal 14 Juli 2023. RUU yang telah disusun oleh DPD RI dapat diakomodir dan melengkapi RUU tentang Perubahan Undang-Undang DKI Jakarta Pasca Tidak Menjadi Ibu Kota Negara yang sedang disusun oleh pemerintah.
“Isi dari RUU ini menyoroti pengakuan terhadap majelis adat betawi atau local wisdom dari daerah Jakarta dalam penyusunan RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Raya,” tukas Wakil Ketua Komite I Sylviana Murni.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam rapat kerja tersebut mengakui perlu adanya revisi terhadap UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu ia memaparkan bahwa terkait otonomi daerah dan kewenangan kepala daerah ada hambatan politis, hambatan tersebut karena terkait politik antara pusat dengan kepala daerah yang mewakili politik dan berakibat adanya ketidaksesuaian.
"Di satu sisi sesuai UU, kepala daerah dipilih rakyat secara politis, tapi di satu sisi kepala daerah juga kepanjangan tangan pemerintah pusat, saya kira masih perlu kajian-kajian dalam revisi UU tersebut," sebutnya.
Ia menambahkan, saat ini kemendagri sedang menggodok dalam menyusun desain besar otonomi daerah yang intinya mencari konsep ideal dalam penataan dan pemekaran daerah.
"Lepas pandemi dan pasca pemulihan ekonomi, DOB saat ini masih belum menjadi prioritas, mudah-mudahan ekonomi semakin pulih dan bisa dibuka kembali," lanjutnya.
Pada rapat kerja ini dibahas juga permasalahan terkait penunjukan sejumlah penjabat kepala daerah dari ASN yang berpangkat JPT Madya sebagai Penjabat Gubernur dan JPT Pratama sebagai Penjabat Bupati/Walikota. Penunjukan penjabat seiring dengan rekruitmen penjabat tersebut terdapat dinamika yang melahirkan pro dan kontra. (REP)