CTI Group Ajak Mitra Bisnis Kaji Peluang Hilirisasi Digital
GUETILANG, Jakarta - Di tengah optimisme pelaku bisnis menyambut pemerintahan baru, PT Computrade Technology International (CTI Group), salah satu penyedia solusi infrastruktur teknologi informasi di Indonesia menyelenggarakan gathering tahunan dengan para eksekutif dan pelaku usaha dari komunitas Golden Circle Club (GCC).
Menyadari pentingnya peran penyedia solusi IT dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, CTI Group mengadakan Gathering Golden Circle Club 2024 di Park Hyatt, Jakarta pada 10 Oktober 2024 yang lalu untuk membahas peluang dan tantangan dalam implementasi Hilirisasi Digital, serta menggali peran strategis penyedia solusi IT dalam mewujudkan transformasi digital yang inklusif.
Mengusung tema “Hilirisasi Digital: Peluang Bisnis & Strategi Pengembangan Teknologi Indonesia”, GCC tahun ini, CTI Group menghadirkan beberapa tokoh nasional dan pembicara ahli yakni: Dr. Aviliani SE, M.Si, Senior Ekonom INDEF, Zulfadly Syam, Sekretaris Umum APJII, dan Ir. Soegiharto Santoso, S.H., Pendiri & Ketua Umum APTIKNAS.
“Kami melihat program Hilirisasi Digital menjadi inisiatif baik dalam memperkuat ekosistem digital di Indonesia. CTI Group menyadari potensi yang dapat tercipta dari program ini, baik dalam membuka peluang bisnis baru maupun meningkatkan daya saing industri teknologi nasional,” ujar Rachmat Gunawan, CEO CTI Group di sela Gadering Golden Circle Club 2024.
Sebagai penyedia solusi infrastruktur IT, Rachmat Gunawan mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dengan mitra-mitra strategis CTI Group untuk mendukung implementasi Hilirisasi Digital untuk memastikan transformasi digital di Indonesia berjalan secara inklusif dan berkelanjutan.
“Kami percaya bahwa keberhasilan program ini akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi digital yang lebih kuat di masa depan” imbuh Rachmat Gunawan.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025
Ekonom senior, Aviliani membuka diskusi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah pergantian pemerintahan, dengan optimisme Indonesia akan mencapai pertumbuhan sebesar 5% pada tahun 2025. Namun, Aviliani juga mengingatkan adanya tantangan signifikan terkait utang negara.
“Indonesia sedang memasuki Debt Fatigue Era, dengan pembayaran cicilan utang (pokok dan bunga) mencapai sekitar 30% dari pendapatan negara. Rasio utang terhadap PDB diproyeksikan akan mencapai 50%, sementara rasio pajak menurun, sehingga menimbulkan tantangan fiskal yang signifikan,” jelas Aviliani.
Selain itu, Aviliani juga menyoroti kelemahan dalam kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, yang tercermin dari skor Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah rata-rata Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Hal ini, lanjut Aviliani, harus menjadi fokus utama untuk memastikan masyarakat Indonesia dapat mengikuti perkembangan transformasi digital.
“Bagi industri IT, ini membuka potensi untuk meningkatkan ekonomi digital. Ekosistem digital Indonesia menunjukkan potensi yang menjanjikan, dengan pertumbuhan yang signifikan di industri e-commerce, transportasi online, travel online, dan media. Namun, investasi AI per kapita masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, yang mengindikasikan adanya ruang untuk pertumbuhan,” terangnya.
Ia juga menambahkan, saat ini terdapat dorongan untuk mengembangkan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) untuk mengurangi biaya logistik yang masih tinggi. Hal ini melibatkan pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi.
“Digitalisasi harus dipandang bukan sebagai sektor, tetapi menjadi alat yang mendorong akselerasi semua sektor dalam perekonomian,” tegas Aviliani.
Realisasi Hilirisasi Digital dan Kesiapan Industri IT
Hilirisasi Digital digadang pemerintahan baru sebagai salah satu program utama untuk sektor IT dimana program ini memiliki dua tujuan utama. Pertama memperkuat infrastruktur digital, mulai dari jaringan internet yang lebih luas hingga membangun industri perangkat digital dalam negeri. Kedua, hilirisasi digital bertujuan mendigitalisasi rantai pasok industri strategis secara signifikan akan meningkatkan nilai perekonomian di Indonesia.
Di sesi panel diskusi, Zulfadly menekankan pentingnya infrastruktur digital, terutama pemerataan akses internet, sebagai fondasi utama Hilirisasi Digital. Ia menyebutkan penetrasi internet di Indonesia kini telah mencapai 79,5%, dengan sekitar 221 juta penduduk yang sudah terhubung.
Di satu isi, Aviliani menilai bahwa sektor-sektor seperti pertanian, manufaktur, dan pariwisata memiliki potensi besar untuk memperluas digitalisasi. “Sektor-sektor ini membutuhkan ekosistem digital yang end-to-end untuk memperkuat daya saingnya,” jelas Aviliani.
Namun, Aviliani juga menekankan bahwa realisasi program Hilirisasi Digital tidak bisa tercapai tanpa dukungan kebijakan yang jelas dan strategis. “Hilirisasi Digital memerlukan regulasi yang keep up dengan perkembangan teknologi. Jangan sampai industri telah melakukan investasi besar, tapi regulasi tertinggal,” tambahnya.
Selain itu, Zulfadly menekankan bahwa roadmap Hilirisasi Digital harus melibatkan semua pihak, tidak hanya dari sektor swasta. “Pemerintah dan sektor swasta harus bergerak bersama. Kita tidak bisa membiarkan hanya sektor swasta yang bergerak maju sementara banyak daerah di Indonesia masih berada dalam blindspot digital,” lanjutnya.
Pembicara lainnya, Soegiharto Santoso atau akrab disapa Hoky mengamini pentingnya kolaborasi berbagai pihak sebagai bentuk realisasi inisiatif ini. “Hilirisasi Digital tidak akan berhasil tanpa kolaborasi yang jelas antara pelaku industri, penyedia solusi, dan pemerintah,” tandas Hoky yang juga menjabat Penasihat Forum Masyarakat Indonesia Emas (FORMAS), Sekretaris Jenderal Perkumpulan Advokat Teknologi Informasi Indonesia (PERATIN), Wakil Ketua Umum Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), dan Ketua Dewan Pengarah LSP Pers Indonesia.
Menurutnya, perlu ada sinergi agar roadmap hilirisasi ini tidak hanya digerakkan oleh sektor swasta, tetapi juga diintegrasikan dengan daerah-daerah yang belum terjangkau, terutama di wilayah 3T. “Selain itu, kolaborasi ini juga dibutuhkan untuk meningkatkan keterampilan SDM kita karena banyak potensi generasi penerus yang bisa mewujudkan pemerataan digital Indonsia,” ungkapnya.
Hoky menambahkan, “Hilirisasi digital merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional. APTIKNAS siap berkontribusi aktif dalam mewujudkan hilirisasi digital melalui pengembangan SDM, inovasi teknologi, dan kolaborasi dengan seluruh stakeholder.” pungkas Hoky.
Tentang CTI Group
CTI Group adalah solusi infrastruktur teknologi informasi di Asia Tenggara dengan inovasi progresif sejak tahun 2003. Dengan kemitraan yang kuat dengan lebih dari 100 brand IT terkemuka dunia. Saat ini CTI Group memiliki 13 anak perusahaan IT yang mengkhususkan diri dalam keahlian teknologi berdasarkan diferensiasi produk dan layanan, lengkap dengan lebih dari 250 engineer bersertifikat internasional untuk memberikan dukungan & pengalaman terbaik dalam menemukan kebutuhan digital bagi Masyarakat Indonesia.
CTI Group telah memperluas wilayah di Asia Tenggara dengan mendirikan Computrade Technology Malaysia (CTM) dan Computrade Technology Philippines (CTP). (Juenda)