Soegiharto Santoso Minta Pengawasan Khusus MA, KY, dan Bawas Atas Banding di PT TUN Jakarta, Waswas Akan Pola Rekayasa Hukum Berulang
GUETILANG.COM, Jakarta – Dalam langkah berani untuk membela integritas lembaga peradilan, Ir. Soegiharto Santoso, S.H., selaku Ketua Umum DPP APKOMINDO, secara resmi mengajukan permohonan khusus kepada tiga pilar pemantau integritas peradilan, yaitu Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, Komisi Yudisial (KY) RI, dan Badan Pengawasan (Bawas) MA RI.
Ir. Soegiharto Santoso, S.H., yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PERATIN dan Wakil Ketua Umum SPRI, menegaskan bahwa permohonan ini merupakan bentuk tanggung jawab moral untuk mencegah terulangnya pola rekayasa yang diduga telah merusak beberapa putusan pengadilan.

Inti permohonan adalah pelaksanaan pengawasan terpadu, intensif, dan khusus terhadap seluruh proses persidangan tingkat banding untuk Perkara No. 212/G/2025/PTUN.JKT di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta yang dilakukan pada tanggal 19 November 2025 oleh Rudy Dermawan Muliadi dan Suwandi Sutikno yang mengaku-ngaku sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal APKOMINDO.
Surat permohonan bernomor 112/DPP-APKOMINDO/XII/2025 ini merupakan tindak lanjut konkret dari laporan sebelumnya (No: 111/DPP-APKOMINDO/XII/2025, 8 Desember 2025). Pemisahan surat permohonan khusus ini dari laporan pengaduan atas sembilan perkara, yang diawali dengan Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, dilakukan sesuai arahan yang diterima.
Hal tersebut ditegaskan oleh Soegiharto Santoso yang akrab disapa Hoky, usai bertemu dan berkonsultasi secara langsung untuk kedua kalinya dengan pihak petugas Komisi Yudisial RI pada Kamis, 11 Desember 2025.

Langkah Prosedural dan Apresiasi atas Respons KY RI
Komitmen untuk menempuh jalur hukum yang benar telah dimulai lebih awal. Dalam pertemuan sebelumnya di kantor KY RI pada Selasa, 9 September 2025, Hoky telah menyampaikan maksud dan tujuannya. “Saya telah bertemu dan berkonsultasi dengan pihak petugas KY. Saya tegaskan bahwa tujuan satu-satunya adalah menjaga marwah dan wibawa peradilan kita. Ini bukan tentang kemenangan atau kekalahan kelompok saya, melainkan tentang integritas proses hukum itu sendiri,” ujarnya kala itu.
Hoky menyampaikan apresiasi yang tinggi atas respons, perhatian, serta tuntunan prosedural yang diberikan oleh petugas KY RI. Bukti konkret dari respons institusional tersebut adalah diterimanya laporan pengaduan dengan Nomor: 1331/XII/2025/P.
Komitmen untuk mengikuti setiap prosedur yang ditetapkan kemudian diwujudkan dengan penyampaian surat permohonan khusus ini, yang telah resmi diterima dan tercatat dengan Nomor: 1038/KY/XII/2025/LM/L, Hal ini semakin mengukuhkan bahwa upaya penegakan integritas peradilan ini dilakukan melalui saluran dan tata cara yang resmi serta diakui.
Permohonan ini, seperti ditegaskan kembali oleh Hoky, dilandasi kekhawatiran yang sangat mendasar dan mendesak. Hal ini mengingat pihak Pembanding dalam perkara tersebut, Rudy Dermawan Muliadi dkk., dinilai telah menunjukkan kapabilitas dan pola berulang dalam melakukan rekayasa hukum. Dikhawatirkan, tanpa pengawasan ekstra, proses banding ini sangat rentan terhadap manipulasi dan maladministrasi peradilan yang dapat menggerus kredibilitas lembaga peradilan itu sendiri.

Pengalaman Langsung Menjadi Korban Pola Rekayasa
Kekhawatiran ini bukannya tanpa dasar. Hoky sendiri pernah menjadi korban langsung dari pola berjamaah yang didalangi kelompok tersebut. Ia mengalami kriminalisasi berdasarkan laporan polisi di Bareskrim Polri yang dimotori oleh Sonny Franslay, dengan melibatkan dugaan persekongkolan jahat sejumlah saksi, yaitu: Agus Setiawan Lie, Hidayat Tjokrodjojo, Henkyanto Tjokroadhiguno, Irwan Japari, Hengky Gunawan, Iwan Idris, Faaz Ismail, dan Entin Kartini, yang tentunya termasuk Rudy Dermawan Muliadi.
Akibat laporan yang diduga penuh rekayasa tersebut, Hoky pernah ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul. Namun, kebenaran akhirnya terbukti di persidangan. Pengadilan Negeri Bantul memutuskan Hoky tidak bersalah. Upaya Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun ditolak oleh Mahkamah Agung.
Pengalaman pribadi yang pahit ini semakin mengukuhkan keyakinannya bahwa pola penggunaan alat bukti palsu dan saksi yang dikondisikan adalah modus operandi kelompok tersebut, sehingga pengawasan ketat mutlak diperlukan.

Latar Belakang: Pola Sistematis yang Mengancam Integritas Peradilan
Dalam suratnya, Hoky merinci dua alasan utama yang menjadi dasar permohonan pengawasan luar biasa ini, yang sekaligus memperkuat pemberitaan sebelumnya di berbagai media.
Pertama, adanya indikasi pola sistematis rekayasa hukum yang telah mencemari setidaknya sembilan putusan pengadilan di berbagai tingkatan. Pihak Pembanding, khususnya atas nama Rudy Dermawan Muliadi, disebut sebagai aktor utama dalam konstruksi hukum yang dibangun di atas dugaan pemalsuan dokumen dan penyajian fakta kontradiktif.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sembilan putusan yang dimaksud antara lain: Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, No. 235/PDT/2020/PT.DKI, No. 430 K/PDT/2022, No. 542 PK/Pdt/2023, No. 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst, No. 138/PDT/2022/PT DKI, No. 50 K/Pdt/2024, No. 258/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, dan No. 1125/PDT/2023/PT DKI.

“Kemampuan mengulangi pola serupa dalam berbagai perkara berbeda ini bukanlah kebetulan. Ini menunjukkan sebuah modus operandi yang terstruktur dan terukur,” tegas Hoky. Oleh karena itu, menurutnya, kewaspadaan dan pengawasan ekstra terhadap proses banding yang sedang berjalan mutlak diperlukan untuk memastikan proses peradilan tidak lagi dikotori oleh praktik serupa.
Kedua, ketidakkonsistenan putusan pidana yang mengindikasikan permainan hukum. Hoky memaparkan perbandingan konkret antara dua kasus pidana dalam peristiwa yang sama, yang melibatkan Rudy Dermawan Muliadi dan rekannya, Faaz Ismail. Dalam kasus Faaz Ismail, putusan bersalah oleh PN Yogyakarta dan dikuatkan dari tingkat banding (PT Yogyakarta) hingga kasasi di MA.
Sebaliknya, pada kasus Rudy Dermawan Muliadi, meski divonis bersalah di tingkat pertama Perkara No. 731/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Pst (PN Jakarta Pusat), putusan tersebut dibatalkan di tingkat banding Perkara No. 165/PID.SUS/2024/PT DKI (PT DKI Jakarta) dalam waktu yang sangat singkat, yaitu kurang dari satu bulan, dengan berkas banding diterima pada 26 Juni 2024 dan putusan dikeluarkan pada 24 Juli 2024. Selanjutnya, upaya kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum juga ditolak oleh Mahkamah Agung.
“Ketidakkonsistenan hasil akhir ini, dalam peristiwa yang sama, memperkuat dugaan adanya manipulasi proses peradilan yang memerlukan pengawasan ketat. Sangat sulit diterima akal sehat, bagaimana dalam satu peristiwa yang melibatkan dua pelaku, terdapat perbedaan nasib hukum yang begitu ekstrem di tingkat banding dan kasasi,” papar Hoky.

Kesiapan Konfrontasi dan Upaya Pelurusan Fakta
Sebagai bentuk puncak keseriusan dan keberanian membela fakta hukum, Hoky secara terbuka menyatakan kesiapan untuk dilakukan proses klarifikasi atau konfrontasi langsung dengan majelis hakim yang memutus Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, yang terdiri dari Hakim Ketua dengan inisial R, serta Hakim Anggota dengan inisial HP dan DH.
Pernyataan kesiapan berani ini sebelumnya telah menjadi sorotan dalam pemberitaan media yang meliput laporan awal Hoky ke MA, KY, dan Bawas MA.
“Saya siap dan bersedia berhadapan langsung untuk membuktikan bahwa dalam perkara pokok tersebut, sangat kuat dugaan adanya penggunaan dokumen palsu dan pengabaian keterangan saksi kunci atas nama Rudi Rusdiah,” tegas Hoky dengan lugas dalam siaran pers ini.

“Pola seperti ini, jika terus dibiarkan, bukan hanya merugikan pihak-pihak yang berperkara, tetapi secara fundamental merusak marwah dan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Ini adalah panggilan untuk menyelamatkan wajah peradilan kita.”
Sebagaimana diberitakan secara luas oleh berbagai media online dengan topik “Soegiharto Santoso Laporkan ke MA, KY, dan Bawas Terkait 9 Putusan Berfondasi Dokumen Palsu dan Rekayasa Hukum”, upaya ini telah mendapatkan perhatian publik.
Pemberitaan tersebut menyoroti komitmen Hoky untuk menempuh jalur hukum dan pengawasan internal peradilan sebagai langkah korektif, alih-alih hanya mengkritik dari luar. Artikel tersebut juga menggarisbawahi kesiapan Hoky untuk berkonfrontasi dengan hakim, sebuah langkah yang jarang dilakukan untuk membuktikan adanya potensi kesalahan prosedur substantif.

Permohonan Spesifik untuk Sinergi Tiga Lembaga
Mengingat potensi pengulangan pola tersebut dalam proses banding Perkara No. 212/G/2025/PTUN.JKT, Hoky memohon tindakan spesifik dan sinergis dari masing-masing lembaga, yang diharapkan dapat bekerja dalam satu koordinasi terpadu:
1. Kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung RI: Hoky memohon agar digunakan kewenangan untuk menginstruksikan pengawasan internal yang intensif dan langsung terhadap jalannya proses banding, serta mempertimbangkan pemberian perhatian khusus kepada Majelis Hakim Tingkat Banding agar bekerja maksimal berdasarkan fakta dan hukum yang sah, bebas dari intervensi dan tekanan yang tidak semestinya.
2. Kepada Yang Mulia Ketua Komisi Yudisial RI: Dilakukan pengawasan eksternal terpadu dan intensif terhadap perilaku hakim baik di dalam maupun luar persidangan, memastikan kepatuhan penuh pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), serta memantau dengan seksama dinamika persidangan untuk deteksi dini setiap indikasi upaya rekayasa, tekanan, atau praktik tidak etis dari pihak manapun.
3. Kepada Yang Mulia Kepala Badan Pengawasan MA RI: Untuk melakukan audit dan pengawasan administratif serta prosedural secara ketat dan menyeluruh terhadap berkas dan proses persidangan banding ini. Tujuannya adalah memastikan tidak terjadi maladministrasi peradilan, serta menciptakan kolaborasi efektif dengan MA dan KY dalam mekanisme pengawasan terpadu yang saling menguatkan.

Komitmen pada Supremasi Hukum dan Iklim Usaha yang Berkeadilan
Hoky menegaskan bahwa permohonan ini dilandasi komitmen yang lebih luas, tidak hanya untuk kasus tertentu, tetapi untuk menjaga martabat, kemandirian, dan integritas peradilan Indonesia secara keseluruhan. Tindakan preventif dan terkoordinasi dari ketiga lembaga tertinggi pengawas peradilan dinilai sangat penting untuk memutus mata rantai dugaan rekayasa hukum dan melindungi prinsip keadilan yang berpihak pada kebenaran material.
“Kami mewakili dunia usaha yang membutuhkan kepastian dan keadilan hukum. Jika proses peradilan dapat direkayasa, maka iklim usaha nasional juga akan rusak,” ujar Hoky.
Kami percaya bahwa dengan sinergi pengawasan dari MA, KY, dan Bawas MA, proses peradilan yang bersih, transparan, independen, dan akuntabel dapat diwujudkan. Ini bukan hanya untuk kepentingan kami di APKOMINDO, tetapi merupakan investasi untuk masa depan penegakan hukum dan perlindungan usaha di Indonesia yang lebih baik dan berintegritas,” tutup Hoky. (Juenda)
Redaksi