Polda Jabar Ungkap Peredaran Obat Keras Ilegal

Polda Jabar Ungkap Peredaran Obat Keras Ilegal
Jajaran Direktorat Narkoba Polda Jabar berhasil ungkap tindak pidana peredaran obat keras ilegal.(Foto: Hms Polda Jabar)
Polda Jabar Ungkap Peredaran Obat Keras Ilegal

Guetilang.com, Kota Bandung - Jajaran Polda Jawa Barat melalui Direktorat Narkoba bersama Badan Narkotika Nasional Provinsi Jabar mengungkap kasus terkait tindak pidana produksi dan peredaran obat keras ilegal, Jumat (15/11/2024) di Mapolda Jabar.

Wakapolda Jabar, Brigjen Pol Wibowo didampingi Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Jules Abraham Abast, Dirnarkoba Polda Jabar, Kombes Pol Johanes R Manalu, Kepala BNNP Jabar, Brigjen Pol M Arief Ramdhani hadir dalam konferensi pers ini.

Wakapolda menyampaikan bahwa ada dua kasus yang diungkap terkait dengan tempat produksi obat keras ilegal, yakni di Sumedang dan Tasikmalaya. Kasusnya ini terjadi pada 4 November 2024 pukul 17.00 WIB di sebuah warung Jatigede, Sumedang, Jabar.

"Para pelaku ini sudah memproduksi dan mengedarkan obat keras ilegal, Dalam produksinya, pelaku mencampurkan keseluruhan bahan baku dan memprosesnya dengan mesin pengaduk," ungkap Wibowo.

"Mesin itu menghasilkan obat berbentuk tablet dan dikeringkan untuk nantinya diedarkan ke wilayah Jateng sampai Jatim," sambungnya.

Selain itu Kabid Humas Polda Jabar menyebutkan informasi tersebut berawal dari masyarakat bahwa adanya produksi dan peredaran sediaan farmasi tanpa ijin edar di Kec. Tamansari Kab. Tasikmalaya. Sekira pukul 19.30 wib tim Dit Res Narkoba Polda Jawa Barat melakukan penggerebekan dan penggeledahan di rumah yang beralamat di Kec. Tamansari Kab. Tasikmalaya, petugas Dit Res Narkoba Polda Jabar mengamankan 2 (dua) orang laki-laki yang berinisial “A.A” dan “I.F” karena diduga telah memproduksi sediaan farmasi tanpa ijin edar.

Adapun pasal yang dilanggar ialah tindak pidana sedian farmasi dikenakan pasal 435 atau 436 ayat 2 UU no 17 tahun 2023 tentang kesehatan Jo pasal 55 ayat 1 dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun dan denda sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.(DB)