Tingkatkan Pembelajaran Digital melalui Pemanfaatan GenAI dalam Perguruan Tinggi
Guetilang.com, Jakarta — The Internasional Center for Higher Education Innovation under the auspicer of UNESCO (UNESCO-ICHEI) bekerja sama dengan Indonesia Cyber Education Institute (ICE-I) selaku Indonesia National Center untuk the International Institute of Online Education (IIOE) selenggarakan Southeast Asia Regional High Level Policy Dialogue.
Dialog yang bertajuk "Integrasi Generative Artificial Intelegence (GenAI) dalam perguruan tinggi", diselenggarakan di Graha Gedung D Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada Kamis, 25 April 2024.
Kegiatan dialog kebijakan ini diorganisir oleh ICE-I, IIOE, UNESCO-ICHEI, UNESCO Regional Office di Bangkok, dan UNESCO Regional Office di Jakarta. Acara ini terselenggara berkat adanya dukungan dari Sekretariat Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) dan Sekretariat ASEAN, serta didukung oleh Asia Development Bank (ADB) dan WPS Software Pte. Ltd.
Pertemuan ini bertujuan untuk mewujudkan dialog kebijakan dan mekanisme antara pemangku kepentingan di wilayah Asia Tenggara. Dialog ini menitikberatkan pada pemanfaatan GenAI dalam dunia pendidikan tinggi dan pengembangan profesionalisme dosen, menggali berbagai usulan bagi pemangku kepentingan di dunia perguruan tinggi di Asia Tenggara.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Abdul Haris, menyampaikan bahwa integrasi GenAI dalam pendidikan tinggi penting untuk memajukan pembelajaran yang lebih adaptif dan inovatif. Ia menambahkan, bahwa potensi yang dimiliki GenAI dapat mempersonalisasi pembelajaran, meningkatkan kreativitas, dan merangsang pemikiran kritis.
“GenAI ini akan berimplikasi ke perguruan tinggi, yaitu dengan transformasi digital dalam setiap aspek dan proses pembelajaran sehingga kegiatan perkuliahan dapat diakses di mana saja dan kapan saja,” ujar Haris dalam sambutannya, Kamis (25/4).
Haris berharap dukungan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) dalam forum ini dapat memberikan platform yang memadai bagi pembahasan kebijakan tingkat tinggi ini serta mempromosikan pertukaran ide dan praktik terbaik di wilayah Asia Tenggara.
Di samping itu, melalui forum ini Ditjen Diktiristek juga mendapatkan wawasan mengenai pembelajaran dan pengajaran digital yang dapat membantu mahasiswa yang mengalami kendala dalam proses kuliahnya di perguruan tinggi.
“Sebagai langkah konkret Diktiristek, kami akan menggunakan GenAI dalam bentuk Massive Open Online Courses (MOOCs) sebagai alat pembantu dalam proses pembelajaran mahasiswa. Inovasi ini dapat diakses oleh seluruh mahasiswa, baik yang sudah kuliah ataupun yang belum kuliah,” imbuh Haris.
Saat ini penerapan kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) di bidang pendidikan terus berkembang, seperti penggunaan ChatGPT. Haris menambahkan bahwa dengan pemanfaatan GenAI diharapkan pendidikan tinggi dapat didukung dengan teknologi yang begitu pesat perkembangannya dan memberikan solusi yang dapat memudahkan mahasiswa untuk bisa belajar lebih baik.
“Dengan pengembangan digital pembelajaran yang selama ini menjadi kendala siswa SMA mendapatkan kesempatan kuliah di perguruan tinggi dapat menjadi solusi melalui pemanfaatan GenAI dalam bentuk massive open online course yang bisa diikuti oleh siapa pun, kapan saja, dan di mana saja,” tutur Haris.
Namun, penggunaan GenAI ini menjadi tantangan tersendiri dari segi kebijakan. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek, Sri Suning Kusumawardani, “Ini menjadi tantangan tersendiri dari sisi kebijakan agar mahasiswa tidak selalu melakukan shortcut. Sebenarnya dari UNESCO sudah ada aturannya dan panduannya, serta dari Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mengeluarkan kebijakan dari sisi aplikasi dan sistem,” ungkap Sri Suning.
Selain itu, Sri Suning menambahkan bahwa saat ini tantangan terbesar adalah rendahnya kemampuan belajar mandiri siswa. Teknologi GenAI diharapkan menjadi kendaraan untuk mengasah kemampuan kritis mahasiswa sehingga perlu adanya etika-etika agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran.
“Pada tahun ini, Kemendikbudristek bersama dengan Prof T. Basarudin, Prof Paulina, serta para pakar lainnya akan memformulasikan kebijakan secara nasional mengenai AI ini. Seperti dari Universitas Indonesia (UI) sudah mulai mengembangkan mengenai rancangan panduan AI. Dan hal ini nanti akan kita adakan FGD bersama agar dapat membuat kebijakan yang holistik serta dapat menjadi solusi bagi para perguruan tinggi yang memiliki karakteristik berbeda-beda,” terang Sri Suning.
Sementara itu, T. Basaruddin, selaku anggota Dewan Eksekutif BANPT yang merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia, mengatakan bahwa kemampuan dari AI sangat menguntungkan untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan. “Peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi siswa tetapi juga bagi pendidik dalam merencanakan pembelajaran yang lebih menarik bagi peserta didik,” tutur T. Basaruddin.
T. Basaruddin menambahkan bahwa, AI sudah lama digunakan di sektor pendidikan untuk membantu siswa memahami sesuatu. Selain itu, dengan adanya GenAI, turut memudahkan dosen atau guru dalam mendesain pembelajarannya, konten, presentasinya agar lebih menarik bagi siswa, menguji kemampuan siswa seperti UTS sangat membantu, dan mahasiswa menggunakan ChatGPT sudah dapat menjawab.
Sedangkan, Asisten Direktur Jenderal Pendidikan di UNESCO, Stefania Giannini, menyatakan dalam GenAI and future of education bahwa GenAI membuka cakrawala baru sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan.
“Dalam konteks ini, pendidik dan pemimpin institusi pendidikan tinggi di Asia Tenggara menghadapi kebutuhan mendesak guna bisa memanfaatkan secara efektif teknologi baru sehingga dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran, manajemen pendidikan, dan peningkatan tata kelola di sektor pendidikan,” ucap Stefania.
Selanjutnya, Pendiri Indonesia Cyber Education Institute (ICE-I), Paulina Pannen, mengatakan bahwa fenomena GenAI perlu menjadi perhatian bagi para pemerhati pendidikan karena akan memberikan dampak signifikan bagi masa depan dunia pendidikan.
Paulina menambahkan bahwa UNESCO-ICHEI terus berupaya berkomitmen memperluas jangkauan pendidikan tinggi yang berkualitas. “Melalui kolaborasi dengan berbagai kampus terkemuka di berbagai negara untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran secara digital sebagai upaya mendorong transformasi digital di institusi pendidikan tinggi,” tutur Paulina.
Sumber : Biro Penerangan Kemendikbud | Editor : ZKL.